Ruangan ini sangat besar. Cahaya matahari pagi yang masuk
dari jendela kaca di sebelah kiri membuat semua terang benderang dan terasa
hangat. Semua terlihat familiar. Ruangan
ini. Ruangan ini. Sofa hijaunya yang
besar dan kursi busa berlengan dengan motif hitam putih. Rumah, tempat terukir
semua kenangan.
Papa duduk di sana sambil membaca koran. Cara duduknya yang
khas membuat aku tersenyum, tersadar betapa aku merindukannya. Sudah berapa
lama aku tidak melihatnya? Ya, kebiasaannya setiap pagi, dengan kacamata
berbingkai hitam itu bertengger di hidungnya.
Menyadari aku berdiri menatapnya, papa mengalihkan fokusnya
dari koran itu dan tersenyum menatapku. Nafasku tercekat. Tersadar. Itu Papa?
Benar-benar Papa? Aku hanya terpaku di tempat, tidak bisa melakukan apapun,
tidak bisa berkata-kata. Aku hanya memandangnya tanpa berkedip, takut semuanya
hanya mimpi dan akan menghilang seketika saat aku membuka mata.
Dan ternyata memang hanya mimpi. Semua menghilang, berganti
dengan kegelapan saat aku membuka mata. Jam 3 pagi. Yang tersisa hanyalah wajah
yang basah oleh air mata dan kehampaan yang tiba-tiba menyelimutiku dalam diam.
No comments:
Post a Comment